Sunday, February 5, 2017

Kompi Entjoeng


Kompi Entjoeng adalah nama lain untuk Tentara Peladjar Kompi 340 yang dibentuk di Purwokerto. Komandannya bernama Entjoeng Abdoellah Sadjadi, kelahiran Jeruklegi Cilacap tahun 1928. Pada waktu duduk di kelas 3 SMP Entjoeng sudah menjadi komandan regu kompi Pasukan Polisi Pelajar di Semarang dan terlibat dalam Pertempuran Lima Hari di kota Semarang. Setelah proklamasi kemerdekaan ia pulang dan melanjutkan sekolah di Purwokerto.
Kompi Entjoeng inilah yang menjaga kota Purwokerto waktu Agresi Belanda I pada tanggal 31 Juli 1947. Tentara RI pada waktu itu menghadang di daerah Tasikmalaya dan Bumiayu karena mengira Belanda akan datang dari arah sana. Ternyata Belanda masuk dari Sokaraja sehingga dengan tergesa-gesa semua Instansi Republik meninggalkan Purwokerto dan Kompi Entjoeng diperintahkan untuk mengadakan bumi hangus di Purwokerto. Bersama pasukan lainnya, Kompi Entjoeng melancarkan serangan malam ke asrama militer Belanda beberapa hari kemudian. Keesokan harinya Belanda membalas dan jatuh beberapa korban, diantaranya Kakekat Kusumo Kartanegara, kemenakan Bupati Banyumas Sudjiman Gandasubrata. Dua anak Sudjiman yaitu Adjito dan Purwoto Gandasubrata juga ikut bergabung dan bertempur sebagai Tentara Pelajar. Setelah masa gencatan senjata, Kompi Entjoeng dipecah dan digabung dalam kompi baru sampai kemudian seluruh Tentara Peladjar digabung dalam Brigade 17/Tentara Peladjar. Brigade tersebut didemobilisasi tahun 1951, Entjoeng melanjutkan karir militernya dan pernah menjabat sebagai
Kapuspen Hankam dengan pangkat terakhir Brigadir Jendral sebelum meninggal tahun 1983 pada umur 55 tahun. Namanya dipakai sebagai salah satu jalan di Purwokerto.

Roti Go



Purwokerto pada suatu waktu


Purwokerto pada suatu waktu..
Jalan Merdeka & Taman Merdeka

Pertunjukkan di Purwokerto




Tan Hok Dji



Tan Hok Djie adalah seorang saudagar batik di Poerbolinggo Jawa Tengah, dilahirkan di Bobotsari, kota Kecamatan di Kabupaten Purbolinggo pada tahun 1893. Ayahnya bernama Tan Tek Tjiang, pada tahun 1912 mulai berdagang kain dan menikah pada umur 20. Tahun 1923 Tan Hok Djie mulai memproduksi batik dan berkembang menjadi besar. Naman Tan Hok Dji tercatat dalam buku Who's Who Orang-Orang Tionghoa Terkemuka di Djawa terbitan tahun 1936. Bekas rumah kediamannya berikut perabot dan barang-barang lainnya di Purbalingga Jawa Tengah masih terawat rapi tanpa renovasi.

Eks NV Kho Lie












Eks NV Kho Lie di Sokaraja
Sekarang sudah tidak berbekas

Eks Kantor Rockefeller Foundation

Eks kantor Rockefeller Foundation di jalan R. A. Wiryaatmadja no. 25 Purwokerto, sudah direnovasi....

Jejak "Toko Jepang" di Purwokerto


Eks Toko Suzuki
Jejak "Toko Jepang" di Purwokerto

Berawal dari keinginan untuk memperbaiki nasib, gelombang imigran Jepang mulai tiba di Hindia Belanda awal abad ke-20. Sebagian besar memulai aktivitas perdagangan dengan cara berdagang keliling sampai cukup modal untuk membuka toko kecil, yang kemudian diikuti oleh pembukaan toko jaringan.
Toko milik para pedagang Jepang inilah yang kemudian dikenal dengan nama Toko Jepang. Meta Sekar Puji Astuti dalam buku karyanya, Apakah Mereka Mata-Mata?, Yogyakarta:Penerbit Ombak, 2008, menulis bahwa berbeda dengan toko milik orang China yang lebih menyukai proses tawar menawar, Toko Jepang memilih strategi harga pas, yang kadang diikuti dengan pencatuman label harga serta mengadakan obral harga pada waktu tertentu. Seorang senior citizen di Purwokerto bercerita bahwa pada waktu kecil ia pernah mendapat undian jam weker dari Toko Suzuki, suatu strategi marketing yang cukup langka pada waktu itu.
Dari penuturan beberapa nara sumber, ada dua Toko Jepang di Purwokerto, yaitu Toko Suzuki yang sekarang menjadi Toko Obor di jalan Jendral Sudirman dan satu toko lainnya terletak kurang lebih 50 meter sebelah baratnya yang kemudian menjadi Toko Braling dan sekarang menjadi NN Fashion.
Toko Suzuki yang menjual barang-barang keperluan rumah tangga kemungkinan muncul belakangan dan merupakan jaringan toko yang cukup besar, mengingat beberapa kartupos foto (Photo Post Card) Kota Purwokerto mempunyai marking Toko Suzuki di sudut kanan bawah. Jarang toko kecil yang bisa menerbitkan post card jenis itu.
Zaman keemasan Toko Jepang berakhir tahun 1941 pada saat hubungan Jepang - Hindia Belanda memburuk, orang-orang Jepang kembali ke negaranya dan assetnya disita pemerintah Hindia Belanda.

Eks PO Abadi


Art Deco di Purwokerto
Satu lagi yang tersisa
Rumah yang terletak di jalan Masjid ini dulu adalah kediaman pemilik dan kantor PO Abadi yang melayani rute Purwokerto-Purbalingga-Bobotsari dan Purwokerto-Cilacap, setelah dijual sempat beberapa kali disewakan dan saat ini masih kosong

Briefkaart


Kartu Pos yang dikirim oleh R. Ajoe. A. A. Soemitro Kolopaking pada seorang pemilik toko dan montir radio di Purwokerto berisi permintaan agar radionya yang rusak untuk diperbaiki. Pengirim kartu pos ini adalah istri dari R. A. A. Soemitro Kolopaking Poerbonegoro, Bupati Banjarnegara tahun 1926-1949, seorang tokoh freemasonry Indonesia yang menjadi Suhu Agung pertama dari Tarekat Mason Indonesia. Soemitro Kolopaking yang dilahirkan di Papringan Banyumas merupakan cucu Bupati Banyumas Pangeran Aria Mertadiredja III.